2.14.2012
Penggalan 3, Kerbau Kesayangan
Si Jalu, demikian nama kerbaunya Salam. Ia murni hasil keringatnya sebagai bagian dari bagi hasil memelihara kerbau Uak Haji Daif yang sekarang jadi mertuanya. Tiga tahun ia menunggu hasilnya itu dengan tanpa pernah mengeluh. Ia kebagian anak kedua dari indukan peliharaannya setelah satu setengah tahun yang lalu Haji Daif yang lebih dahulu kebagian.Si Jalu lahir tiga tahun yang lalu di suatu pagi yang cerah ketika mentari sepenggalan tingginya di timur. Dia tidak terlalu memikirkan apakah bagiannya itu jantan ataukah betina. Bagi dia sama saja. Kalau kebagian betina dia berharap akan banyak kerbaunya nanti. Tapi kalau jantan, maka ia akan mendapat patner kerja, kerbau pembajak sawah.
Penggalan 2
Salam, seperti juga orang2 kampung lainnya menyambut musim hujan kali ini dengan rasa syukur. Dalam pikirannya, sebentar lagi kegiatan cangkul mencangkul dan membajak sawah dengan kerbau semata wayangnya akan dimulai. Dalam benaknya mudah2an dia bisa membereskan sawah mertuanya dahulu baru bisa leluasa mengerjakan upahan untuk membajak sawahnya uak Haji Manan, orang terkaya di kampungnya. Saalam sendiri tidak punya sawah tapi dia mengerjakan sawah milik mertuanya sebagai orang kaya kedua di kampungnya. Salam sebenarnya dipungut mantu oleh Uah Haji Daif tak lain karena ia perkerja keras dan jujur. ia juga dikenal sebagai orang yang sangat menghargai dan menghormati orang2 tua.
2.13.2012
Penggalan 1
Langit sidikit mendung, namun sorotan mentaari dari ufuk timur terasa menyengat. Orang2 kampung suka menyebutnya sebagai pertanda bahwa nanti siang akan turun hujan lebat.. Musim hujan memang sudah waktunya. Namun belekangan ini, setidaknya sepuluh tahun terakhir ini pola hujan berubah tidak jelas. Kadang Agustus sudah mulai hujan dan September sudah mulai melebat hingga Januari akhir. Tapi seperti skarang, Desember justru baru mulai hujan setelah kemarau panjang selama sembilan bulan. Hujan lebat kemarin siang adalah hujan pertama setelah seminggu terakhir ini mendung berat disertai kilat dan petir. Aroma tanah menyengat. Debu berbulan bulan itu tiba2 kena air yang membanjir hingga mendekati magrib. Sawah tadah hujan sudah mulai membasahi tanah. Namun air hujan masih menyerap ke dalam tanah. Biasanya dibutuhkan hujan selama sebulan baru air bisa menggenangi permukaan sawah. Untuk beberapa hari ini, tanah masih meyerap terus air hujan seperti unta kehausan yang tak mau berhenti minum.
KEMANA ENGKAU AKAN PERGI
(1)KEMANA ENGKAU AKAN PERGI..Demikian sepenggal kata yang membuka dialogh sandiwara rakyat di sebuah desa terpencil di ujung seletan Ujung Kulon, Pandeglang, Banten, Rabu pekan silam. Sandiwara yang dimaksudkan untuk turut memeriahkan HUT Proklamasi ini memang cukup menyedot pengunjung. maklum amat jarang acara2 hiburan rakyat di desa paling pojok ini.
DUNIA MAYA DUNIA MASA DEPAN
Dunia maya yang terkait dengan tehnologi tinggi ini memberikan peluang kepada umat manusia kemampuan penjelajahan sumber2informasi tak terbatas. bahkan bukan hanya itu saja, bahkan mampu memberikan dan membantu otak menusia "berfkir" lebih cepat dalam mengkalkulasi hal2 yang nampaknya musykil sitidaknya untuk tiga dasawarsa silam.
"PEUSAR' BUAH LANGKA DARI PANDGLANG
Setelah "purut", buah langka asal Pandeglang, ditemukan pertengahan tahun silam, awal tahun ini ditemukan lagi "sepupu" purut, namanya "peusar". Kedua teneman langka ini masih tergololng "nangka2an".
Muhyidin Syah Memukau Para Wartawan “Dengan Aura Syeikh Maulana”
Semarang, Jateng 1990.
Hari itu para petinggi JAI, diantaranya Abdul
Hayye HP Sy- selaku Aditional Rais ut tabligh,
mewakili HMA Cheema HA Sy yang sedang cuti, Ir Pipip Sumantri- Sekjen PB
JAI, Gunawan Jayaprawira- Isyaat PB, Syafiie R Batuah- Pemred Sinar Islam, dan
Mln Muhyidin Syah Sy- Mubaligh Jateng DIY, berkumpul di Gedung Olahraga Simpang
Lima Semarang-Jateng.
Mereka bukan ingin menonton even Olahrnaga. Tapi, hari itu , para
Pejabat JAI menyelenggarakan Konferesi
Pers dalam rangka Penutupan Perayaan Seabad Jemaat Ahmadiyah International-
yang berlangsung sepanjang tahun 1989.
Pada waktu yang hampir bersamaan, Baharudin Muhtar dari PPMA, dan N.Kukuh S dari Isyaat PPMKAI, tengah membagikan bantuan sembako serta busana layak pakai- kepada korban Banjir Besar Semarang- yang merenggut sejumlah korban jiwa, serta meluluh lantakkan infrastruktur Ibukota Jawatengah itu.
Memukau Para Wartawan
Balai wartawan
yang menempati teras depan sisi selatan dari Bangunan Gedung Olahraga Semarang
, menjadi tempat dipajangnya deretan Al
Qur’an terjemahan 100 Bahasa Dunia- karya Jemaat Amadiyah International.
Beberapa Buku terbitan JAI juga ikut dipajang, seperti Nabi Isa dari Palestina
ke Kasmir, Filsafat Ajaran Islam dan Buku Putih.
Para Wartawan
dari berbagai Media Nasional mulai berdatangan sejak pagi, memasuki Balai Wartawan Semarang -yang di boking Panitia
dari JAI. Para Khudam dan Anshar serta aktivis JAI Semarang, yang
dikoordinir Anwar Said SE- bertindak
sebagai tuan rumah, berjejer dengan pakaian yang cukup rapi.
Setelah expose
dan paparan serta Pers Release yang dibawakan oleh para Petinggi JAI, seperti
biasa dibuka sesi tanya jawab. Karena yang hadir adalah mayoritas para wartawan
Media Nasional seperti ;Tempo, Kompas, Kedaulatan Rakyat, Sura Merdeka, TVRI
dll, tentu saja pertanyaaan yang disampaikan kepada para Pejabat JAI cukup
berbobot dan kritis.
Beberapa
pertanyaan telah dijawab oleh para pejabat JAI dari Pusat. Namun ada seorang
wartawan yang mengenakan blangkon, tutup kepala khas Yogya-Solo, yang mengaku
dari media Nasional yang cukup elite, dengan nada agak sinis- mengajukan pertanyaan
bernuansa meremehkan Ahmadiyah. Dengan bahasa tubuh yang juga terlihat congkak,
si Wartawan Blangkon bertanya begini; “Jika Memang Ahmadiyah adalah Islam Yang
Benar, apa buktinya? Apa Prestasinya?. Katanya
saat ini sudah Seratus Tahun Ahmadiyah berdiri?
Lha Ini, di Semarang saja masih terjadi Banjir Bandang yang
menyengsarakan umat manusia?! “ Ujarnya ber api-api. Padahal, dulu, hanya dalam
23 tahun , Nabi Muhammad telah mampu menghantarkan Umat Islam kemasa
Kejayaannya!, tambah siBlangkon membandingkan.
Para hadirin
terlihat ikut terbawa suasana tegang mendengar pertanyaan sang Wartawan
Blangkon. Maklum, dimasa itu pendapat- pendapat Kritis masih dianggap tabu,
apalagi yang bisa dinggap berbau SARA meremehkan Agama Kepercayaan orang lain.
Dijaman Orde Baru, sikap kritis ditengah masyarakat memang nyaris
terbungkam. Yang anehnya, pertanyaan
kritis itu justru muncul saat Ahmadiyah menjamu dengan ramah dan cukup mewah
kepada para wartawan.
Team Pejabat JAI
yang duduk dimeja depan, segera berunding untuk menentukan-siapa diatara mereka
yang akan menjawab pertanyaan Kritis wartawan itu. Akhirnya Mln Muhyidin Syah
SY- Mubaligh Jateng-DIY, dipercaya untuk
menjawab pertanyaan tajam sang wartawan.
Mubaligh
Kelahiran Padang, yang lama menimba Ilmu di Rabwah Pakistan itu , dengan sikap
tenang- dan senyum menghias dibibir,
tampil dengan gaya bahasa yang menyejukkan. Begini kurang lebih
rangkaian jawabanya; “Bapak Ibu, Hadirin sekalian, serta rekan-rekan Wartawan
yang sangat kami muliakan, terlebih dahulu saya sampaikan Asalamualaikum
wr.wrb.” Salam dari Pak Muhyidin ini sejenak mampu membuat suasana di ruang
Balai Wartawan Semarang hening! Entah apa sebabnya, yang jelas intonasi dan
bahasa tubuh Mubaligh Wilayah Jateng –DIY itu
sangat impresip- dan menohok nurani
Sang Wartawan Penanya bernada sinis
tadi. Itu nampak dari raut wajah Sang Blangkon yang mulai tenang.
Mln Muhyidin
melanjutkan, Jika membandingkan Nabi Muhammad dengan Pendiri Ahmadiyah Hz Mirza
Ghulam Ahmad, tentu tidaklah adil. Apalagi kalau bicara Prestasi. Karena
Pendiri Ahmadiyah mengatakan dalam bukunya, bahwa dirinya hanyalah “Debu di
sepatu- alas kaki Rasululluah saw.” Jika tetap mau membandingkap dengan
prestasi para Nabi lain, maka bandingkanlah dengan Nabi yang sama sama tidak
membawa Syariat.
Coba kita lihat
Nabi Isa as yang tidak membawa syariat, dan hanya melanjutkan Syariat Nabi Musa
as. Sementara Mirza Ghulam Ahmad - juga hanya melanjutkan Syariat Nabi Muhammad
saw. Sejarah mencatat, dalam perjalanannya, para pengikut Nabi Isa, sekitar 300
tahun sepeninggal Yesus, masih hidup di Gua-Gua – yang kita kenal dalam kisah
ashabul Kahfi.
Tapi coba bandingkan
dengan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, pengikut Nabi Muhammad saw. ini, baru
seratus tahun telah mampu menyebarkan
Islam ke lebih 125 Negara di dunia. Dan yang paling nyata, coba lihat- dihadapan para wartawan sekalian yang kami
muliakan sekarang ini, telah berjejer Sejumlah Al Qur;an terjemahan dalam
seratus Bahasa Dunia, yang kami dedikasikan buat menerangi umat manusia
sedunia. Hal ini belum pernah dilakukan oleh lembaga Islam Dunia manapun,
termasik OKI, yang katanya mewakili Islam sedunia itu. Apa lagi Kelompok atau
Lembaga Islam Lokal, belum pernah ada mereka membuat program semacam itu.
Mendengar jawaban Pak Muhyidin, sang Wartawan
Kritis itu langsung nampak terkesima, dan dengan takzim kembali minta izin
untuk berbicara, sambil memohon agar Ahmadiyah bisa berperan aktip, khususnya di Jawatengah
untuk menanggulangi berbagai bencana dan keterbelakangan pengetahuan
masyarakatnya. Yang hebatnya, saat menyampaikan permohonan itu Sang Wartawan
Menyapa Pak Muhyidin dengan penghormatan yang sangat tinggi-Layaknya Orang
Jawatengah memanggil Para Wali Songo- dengan menambahkan gelar “Syeih Maulana
didepan nama Muhyidin Syah Sy. (Kukuh/smg1990)
pusat2 ekonomi
pusat2 ekonomi meme mulai lancar kembali. Pelabuhan rakyat di Panimbang-Sidomukti hidup duapuluh empat jam kembali. Perahu yang pergi dan yang datang silih berganti menurunkan iak tangkapan mereka dari luat lepas.
adikodrati
nampak wajah2 yang merendahkan hati dan sebagian besar juga seperti lupa lagi apa yang terjadi dua pekan silam.kalangan belakangan ini agaknya berfikir bahwa air bah adalah gejala alam biasa dan tak perlu dikait kaitkan dengan hal hal adikodrati.
dua minggu pasca air bah
"mengejar kembali sumber nafkah", ini agaknya yang memicu mobilitas masyarakat Panimbang dan seputar jungkulon lainnya, yang tiga pekan lalu tersapuh air bah, untuk membangun kembali sendi2 ekonominya..Layaknua kawsan yang baru kena bencana
Ombak besar tak perlu dirisaukan
”Weddingngi lenynye matanna essoe ri tengngana bitaraE,
Teng weddingngi lenynye minasanna ana ugiE” (matahari dimungkinkan tenggelam di
tengah langitbiru, tapi tekad dan obsesi anak2 Bugis tak mungkin hilang sebelum mewujud). “ Dee naparellu ritauri
bombang marajaE, nennia detto naparellu ritauri laso angingE. Nasaba yamiro
tanrang pole ri Puang SeuwwaE, mekkedae engka dalle maraja rilimbang tasi”. (Ombak
besar tak perlu dirisaukan, angin putting beliung tak perlu ditakuti karena
keduanya adalah pertanda dari Yang Kuasa bahwa diseberang lautan sana tersedia
rezeki beberkah yang berkelimpahan).
Langganan:
Postingan (Atom)